20 Februari 2009

Sebuah Renungan Tentang KESUKSESAN!! !

Kiriman dari salah seorang teman di milist sekolah. Sengaja saya tempatkan di blog saya karena sangat inspiratif.

Sukses itu sederhana,
sukses tidak ada hubungan dengan menjadi kaya raya, sukses itu tidak
serumit/serahasia seperti kata kiyosaki/tung desem waringin/the secret,
sukses itu tidak perlu dikejar, SUKSES adalah Kita.. karena kesuksesan
terbesar ada pada diri Kita sendiri...

Bagaimana Kita tercipta dari pertarungan jutaan sperma untuk membuahi 1
ovum, itu adalah sukses pertama Kita!
Bagaimana Kita bisa lahir dengan anggota tubuh sempurna tanpa cacat, itulah
kesuksesan Kita kedua...

Ketika Kita ke sekolah bahkan bisa menikmati studi S1, di saat tiap menit
ada 10 siswa drop out karena tidak mampu bayar SPP, itulah sukses Kita
ketiga...

Ketika Kita bisa bekerja di perusahaan bilangan segitiga emas, di saat 46
juta orang menjadi pengangguran, itulah kesuksesan Kita keempat...

Ketika Kita masih bisa makan tiga kali sehari, di saat ada 3 juta orang
mati kelaparan setiap bulannya itulah kesuksesan Kita yang kelima...


Ketika Kita masih bisa bermain dengan anak dan Suami/ Istri Kita,

di saat banyak orang yang lebih mementingkan pekerjaan dibanding keluarga

itulah kesuksesan Kita Ke enam...


Sukses terjadi setiap hari, Namun Kita tidak pernah menyadarinya. ..
Sukses selalu dibiaskan oleh penulis buku laris supaya bukunya bisa
terus-terusan jadi best seller dengan membuat sukses menjadi hal yang rumit
dan sukar didapatkan.. . Meskipun sebenarnya sukses itu sering didapatkan.

Sukses tidak melulu soal harta, rumah mewah, mobil sport, jam Rolex,
pensiun muda, menjadi pengusaha, punya kolam renang/helikopter, punya istri
cantik seperti Donald Trump & resort mewah di Karibia...

Sukses adalah mencintai & bangga terhadap diri Kita sendiri, mengerjakan
apa yang Kita sukai kapan saja dan di mana saja....

Sukses sejati adalah hidup dengan penuh syukur atas segala rahmat Tuhan,
sukses yang sejati adalah menikmati & bersyukur atas setiap detik kehidupan
Kita, pada saat Kita gembira, Kita gembira sepenuhnya, sedangkan pada saat
Kita sedih, Kita sedih sepenuhnya, setelah itu Kita sudah harus bersiap
lagi menghadapi episode baru lagi.

Sukses sejati adalah hidup benar di jalan Tuhan, hidup baik, tidak menipu,
saleh & selalu rendah hati, Sukses itu tidak lagi menginginkan kekayaan
ketimbang kemiskinan, tidak lagi menginginkan kesembuhan ketimbang sakit,
sukses sejati adalah bisa menerima sepenuhnya kelebihan dan kekurangan
Kita apa adanya dengan penuh syukur.

Pernahkah Kita menyadari?

Kita sebenarnya tidak membeli suatu barang dengan uang, uang hanyalah alat
tukar, Kita sebenarnya membeli rumah dari waktu Kita.

Ya, Kita mungkin harus kerja siang malam utk bayar KPR selama 15 tahun atau
beli mobil/motor kredit selama 3 tahun. Itu semua sebenarnya Kita dapatkan
dari membarter waktu Kita, Kita menjual waktu Kita dari pagi hingga malam
kepada penawar tertinggi untuk mendapatkan uang supaya bisa beli makanan,
pulsa telepon dll...

Aset terbesar Kita bukanlah rumah/mobil Kita, tapi diri Kita sendiri, Itu
sebabnya mengapa orang pintar bisa digaji puluhan kali lipat dari orang
bodoh... Semakin berharga diri Kita, semakin mahal orang mau membeli waktu
Kita...

Itu sebabnya kenapa harga 2 jam-nya Kiyosaki bicara ngalor ngidul di
seminar bisa dibayar 200 juta atau harga 2 jam seminar Pak Tung bisa
mencapai 100 juta!!!

Itu sebabnya kenapa Nike berani membayar Tiger Woods & Michael Jordan
sebesar 200 juta dollar, hanya untuk memakai produk Nike. Suatu produk
bermerk menjadi mahal/berharga bukan karena merk-nya, tapi karena produk
tsb dipakai oleh siapa...

Itu sebabnya bola basket bekas dipakai Michael Jordan diperebutkan, bisa
terjual 80 juta dollar, sedangkan bola basket bekas dengan merk sama, bila
kita jual harganya justru malah turun...

Hidup ini kok lucu,
Lucu bila setelah Kita membaca tulisan di atas Namun Kita masih mengejar
fatamorgana tersebut ketimbang menghabiskan waktu Kita yang sangat berharga
untuk sungkem sama orang tua yang begitu mencintai Kita, memeluk hangat
pasangan hidup Kita, bercanda dengan anak kita, mengatakan "I love you"

kepada Keluarga yang Kita cintai.

Lakukanlah ini selagi Kita masih punya waktu, selagi Kita masih sempat,
Kita tidak pernah tahu kapan Kita akan meninggal, mungkin besok pagi,
mungkin nanti malam, LIFE is so SHORT

18 Februari 2009

Polemik Pemberlakuan Zipper System

Polemik atas keputusan KPU memberlakukan zipper system belakangan ini semakin mengemuka. Terdapat dikotomi wacana yang berkembang mengenai perlu tidaknya memberlakukan sistem tersebut, yakni antara yang sepakat agar itu memang sepantasnya diberlakukan mengingat dan mereka yang kurang sepakat dengan pertimbangan tertentu. Pemberlakuan zipper system sebetulnya lebih didasarkan pada faktor keterwakilan perempuan di parlemen yang secara de jure ditegaskan dalam UU Pemilu No. 10 Tahun 2008 bahwa partai politik peserta Pemilu wajib menyertakan keterlibatan perempuan dalam pencalonan legislatif minimal 30%. Dengan ketentuan ini pula maka, KPU memberlakukan zipper system dengan maksud agar keterwakilan perempuan diparlemen betul-betul terlaksana, tidak hanya sekedar mengisi daftar caleg yang diusung oleh partai politik.

Dalam pengertian yang sederhana, zipper system merupakan sebuah mekanisme penentuan calon jadi yang "memberikan" peluang lain keterwakilan bagi individu politik yang telah ditetapkan oleh UU. Dalam hal ini UU mensyaratkan 30% keterwakilan perempuan di parlemen. Ini artinya, jika pada suatu daerah pemilihan (dapil) memiliki 3 caleg yang memenangi suara terbanyak, maka salah satunya harus diberikan kepada caleg perempuan yang memperoleh suara terbanyak. Dengan kata lain, dalam 3 calon yang mendapatkan kursi parlemen, maka salah satunya wajib diberikan kepada perempuan.

Sekilas, kondisi ini memberikan rasa keadilan dan ketaatan dalam memenuhi ketentuan perundang-undangan. Namun, pada sisi yang berbeda ini menimbulkan permasalahn yang cukup krusial mengenai pemberlakuan itu sendiri. Sebagai sebuah entitas politik, perempuan merupakan masyarakat politik yang memiliki porsi terbesar dalam keikutsertaan memberikan hak suara di setiap Pemilu yang diselenggarakan, yakni lebih dari 53 persen. Sementara tingkat keterwakilan mereka di parlemen tak lebih dari 12 persen pada Pemilu 2004 lalu, dan 9 persen pada Pemilu sebelumnya. Hal ini jelas sangat jomplang atau tidak seimbang antara keterlibatan memberikan hak suara dengan keterlibatan mereka di parlemen. Akan tetapi di sisi lain, pemberlakuan zipper system sendiri sebetulnya menggugurkan kehendak suara rakyat yang secara sadar menjatuhkan pilihan pada caleg tertentu, tanpa memandang perbedaan gender.

Hal ini jelas lagi akan semakin memperuncing keadaan dimana seseorang yang telah memperoleh kemenangan dan karena pemberlakuan zipper system harus "sukarela" memberikannya pada salah seorang perempuan, tentu akan berpikir panjang dan tidak menutup kemungkinan akan mempertahankan kemenangannya. Jika menyandarkan pada aturan main tentu hal ini wajib dilaksanakan. Namun, apakah setiap orang yang menjadi caleg mampu menyerahkannya begitu saja ketika dirinya memperoleh suara terbanyak dan berpeluang besar mendapatkan salah satu kursi di parlemen. Tentu KPU harus mempertimbangkan sisi psikologis seperti ini.

Di lain sisi, pemberlakuan zipper system sebetulnya juga menciderai nilai-nilai demokrasi yang dijalankan dalam Pemilu. Kecacatannya terletak pada pengejawantahan hak-hak warga negara dalam menentukan pilihan secara sadar dan rasional. Pihak Perempuan dalam hal ini hanya lebih didasarkan dari segi kuantitasnya saja, dan mengesampingkan kualitas yang dimiliki. Sebab yang lebih dipentingkan adalah upaya untuk memenuhi ketentuan 30% keterwakilan perempuan di parlemen. Saya jadi berpikir, jika KPU ingin menerapkan ini secara benar, mengapa tidak diberlakukan saja sistem dua gender, Pemilu untuk laki-laki dan Pemilu untuk perempuan. Dengan begitu akan didapat perempuan yang akan menduduki kursi di parlemen berdasarkan ketentuan yang telah dibuat tanpa mengesampingkan individu-individu yang betul-betul dipilih rakyat.

Hal ini juga perlu menjadi catatan tersendiri bagi perempuan Indonesia, khususnya bagi mereka yang mencalonkan dirinya sebagai caleg pada Pemilu 2009 bahwa mereka sama halnya dengan caleg lain yang berjenis kelamin laki-laki, harus bekerja keras agar mereka mendapatkan suara rakyat secara murni dan proporsional, dan bukan berdasarkan adanya pemberlakuan zipper system. Perempuan Indonesia harus mampu menunjukkan jati dirinya sebagai individu yang berkapasitas dan berkualitas tinggi. Dengan begitu, porsi suara terbesar perempuan akan betul-betul terwakili oleh kaum perempuan itu sendiri.