Konteks kenegaraan Indonesia belakangan ini sedang mengalami
rekonstruksi discourse mengenai ideologi apa yang akan dijadikan
lokomotif bagi bangsa Indonesia sebagai penunjuk jalan menuju asa yang ingin
diwujudkan, dan bagaimana cara lokomotif tersebut bekerja agar bermanfaat dan
mampu membawa bangsa Indonesia menuju cita-cita.
Berbagai varian pilihan dijatuhkan, namun pada akhirnya hanya terdapat
satu varian yang dianggap mampu menjadi pijakan bangsa dalam menaungi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Demokrasi, demikan banyak manusia menyebutnya,
merupakan ideologi yang oleh rezim-rezim yang pernah berkuasa di Indonesia
menjadi pegangan, wahana, discourse, lokomotif bahkan sistem dalam
menyelenggarakan roda pemerintahan.
Mengapa demokrasi dan mengapa Indonesia perlu melakukan demokratisasi
dalam proses politik dan pemerintahan, merupakan pertanyaan-pertanyaan
fundemental yang perlu ditelaah lebih mendalam. Proses politik yang
diimplementasikan dalam bentuk kebijakan otonomi daerah adalah salah satu yang
dicurigai sebagai upaya untuk menguasai sumber daya dan meraup keuntungan dari
situ dan menempatkan demokrasi sebagai “tirai” guna menutupi maksud yang
sebenarnya. Kecurigaan ini bisa jadi bersifat parsial, akan tetapi tidak ada
salahnya kita melacak bagaimana sebetulnya posisi uang dalam upaya
demokratisasi yang sedang dilaksanakan.
Dalam masyarakat plural seperti Indonesia, demokrasi menimbulkan makna
yang lebih berarti. Di dalamnya terkandung toleransi, saling menghormati
perbedaan dengan tetap berpegang pada prinsip kebebasan. Realitasnya kondisi
tersebut sulit diwujudkan. Demokrasi dan demokratisasi hanyalah permainan
kata-kata yang dimaknai satu dan seragam, sehingga kecenderungannya malah
mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada. Bahkan sebuah kritik tajam
dilontarkan bahwa demokrasi hanyalah bagi orang-orang yang tidak atau belum memperoleh
kekuasan. Karena ketika orang tersebut mendapatkan kekuasaan, demokrasi dengan
sendirinya akan hilang.
Di Indonesia (dan negara-negara berkembang, pada umumnya), memaknai demokrasi bukan pada ide dasarnya
(konsep), melainkan kontroversinya. Artinya di satu sisi ada keinginan kuat
untuk melaksanakan demokratisasi dan (biar) dianggap sebagai negara demokratis,
namun di sisi lain terjadi kegamangan dalam melakukan demokratisasi itu
sendiri. Kegamangan tersebut lebih disebabkan kurang atau tidak memahami
prioritas yang seharusnya dijalankan.
Sehingga yang terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
hanya berkutat pada perdebatan apa yang harus diprioritaskan, apakah melakukan
pengembangan demokrasi atau pengembangan pada sektor lainnya, seperti ekonomi,
politik dan sosial budaya. Ditambah kurangnya Bangsa Indonesia memahami
asas-asas demokrasi, makin menyudutkan kita dalam persoalan yang sangat
mendasar. Padahal pemahaman yang tepat mengenai asas-asas demokrasi sangat
diperlukan dalam masyarakat Indonesia yang plural.
Untuk itu perlu penanaman dan menyuburkan paham dan budaya demokrasi di
masyarakat. itu perlu mengingat Bangsa Indonesia adalah majemuk. Dewasa ini
paham dan kultur demokrasi hanya sekedar suatu majority’s rule,
berasosiasi pada martabat manusia dan hak-hak asasinya. Namun mengabaikan
perlunya menciptakan masyarakat yang terbuka (open society). Padahal
demokratisasi harus ditopang dengan kuatnya keterbukaan di dalam masyarakat.
Kalau kekuasaan itu diibaratkan sepotong kue, maka kelompok-kelompok
kepentingan dan negara mesti membagi kue sebesar porsi yang telah ditentukan,
meski porsi tiap kelompok dan negara berbeda. Kecenderungan yang timbul adalah
pembagian kue yang sering tidak adil atau tidak berdasarkan porsi yang ada. Di
sini prinsip keadilan yang merupakan prinsip dasar demokrasi menjadi tidak
nampak. Guna memperoleh keadilan, maka persoalan perlu dikompromikan (prinsip
musyawarah).
Demokrasi dalam level makro sering menempatkan
negara sebagai sentral, konsekuensinya proses demokratisasi pun dijalankan
berdasarkan pemahaman dan pandangan negara terhadap demokrasi itu sendiri.
Kondisi ini berkebalikan dengan masyarakat yang menganggap demokrasi dan
demokratisasi sebagai tujuan, dan menginginkan prosesnya dijalankan secara
benar.