01 Februari 2008

BICARA TENTANG KEKAYAAN

Suatu waktu, seorang teman datang sambil berkeluh kesah tentang betapa hampa kehidupannya selama ini meski hidupnya berada dalam ’sangkar emas’.

”Aku bahkan tak mampu menilai diriku sendiri. Ketersediaan dari segala yang kuinginkan justru membuatku seperti berada dalam dunia mimpi. Tidak ada yang istimewa kecuali hanya menjadi sendiri”, begitu katanya.
Kegersangan jiwa sepertinya sudah sampai ke ubun-ubun. Menembus pikiran rasionalitasnya sebagai manusia. Katakanlah berada pada titik kritis keputusasaan.

Keberlimpahan materi ternyata tidak mampu menjadikannya sebagai manusia, kecuali budak yang mengikuti hawa nafsu atas harta sebagai tuhan. Hidupnya selalu dipenuhi hasrat untuk selalu dan selalu mencari, mempertahankan dan dihantui perasaan takut kehilangan.

Ada semacam stigma dalam benak manusia yang mengorientasikan harta (materi) sebagai tujuan hidup. Adalah mahluk langka yang mampu menjadikan materi sebagai penunjang hidup. Pertanyaan retoris yang mungkin harus dijawab adalah siapakah yang harus tunduk, harta kepada kita atau kita kepada harta?

Menjadi kaya, maka kemuliaan akan didapat, benarkah? Mungkin kita harus kembali mengingat nasehat orang tua kita dulu yang mengatakan bahwa kemuliaan seseorang lebih diukur atas apa yang dia berikan, bukan apa yang dia miliki. Benarlah demikian. Toh materi tidak mampu merubah jatah hidup kita yang terus menerus berkurang. Toh materi juga tidak mampu merubah ketetapan Ilahi memajukan atau memundurkan waktu maut menjemput. Toh materi juga terkadang tidak mampu menghadirkan mimpi-mimpi indah dalam nikmatnya tidur.

Seorang guru saya pernah berujar,”Milikmu adalah apa yang kamu berikan pada orang lain. Sederhananya, seribu rupiah yang kamu berikan pada orang lain yang miskin yang diambil dari sepuluh ribu rupiah yang ada padamu, itulah milikmu. Selebihnya entah milik siapa. Mengutip dari perkataan orang bijak bahwa mewarisi anak dengan harta, maka akan buta hatinya. Sebaliknya, mewarisi anak dengan ilmu, maka akan terbuka hatinya.

”Tidak ada yang bisa kuberikan teman kecuali sebuah nasehat agar lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan titipkan harapan padaNya semoga menyembuhkan kegersangan jiwamu itu. Sebab teman, segala materi yang kau punya tidak akan menjadikan dirimu menjemput maut dengan sempurna. Kelak jika kau mati tidak ada harta yang akan mendampingi kecuali beberapa carik kain kafan yang bernilai tidak lebih mahal dari celana jeans-mu”.

Tidak ada komentar: