06 Februari 2008

MEDIA, POLITIK DAN OPINI PUBLIK

Keberadaan media massa dewasa ini telah dapat membawa angin perubahan yang signifikan bagi perkembangan kehidupan manusia. Satu sisi, manusia adalah mahluk individu, dan di sisi lain manusia juga membutuhkan orang lain dalam relasi sosial hidup bersama dan bermasyarakat. Sehingga, kehadiran media massa dianggap bisa membantu manusia untuk berinteraksi antara satu dengan lainnya.

Salah satu sifat dasar manusia adalah rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu. Kebutuhan itu semakin dirasakan di tengah dinamika kehidupan yang terasa berputar cepat. Di sinilah media massa berperan, terutama dalam memberikan akses bagi orang-orang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan. Seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia yang semakin kompleks, peran media pun semakin berkembang. Artinya, media tidak hanya berperan memberikan akses informasi semata, bahkan lebih dari sekedar itu, peran media sudah menembus alam bawah sadar manusia, sehingga secara tidak sadar apa yang diucapkan dan dilakukan manusia merupakan dampak dari pengaruh media.

Media dan Pengaruh Sosial
Tayangan di televisi, misalnya, bukanlah sekedar tayangan biasa yang tidak memiliki pengaruh apapun. Ketika seorang anak kecil berlagak seperti seorang super hero, lengkap dengan atribut yang dikenakannya, adalah karena anak tersebut dipengaruhi oleh tayangan yang dia tonton. Atau ketika seorang ibu yang lebih suka menggunakan suatu produk, dan tidak ingin menggantinya dengan produk yang lain, juga karena disebabkan oleh pengaruh media yang mengiklankan produk yang dia sukai. Begitu pula halnya dengan media dengar, seperti radio. Banyak sudah contoh-contoh yang mengindikasikan betapa radio juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk tindakan seseorang.

Di era globalisasi saat ini, peranan media, bahkan, sudah menjadi trendsetter atas kemajuan yang ada. Ini adalah realitas bahwa peran media sekarang dan untuk yang akan datang sungguh luar biasa. Seseorang yang bukanlah siapa-siapa sebelumnya, dengan dukungan media, dia menjadi seorang bintang yang bersinar. Di sisi lain, media bahkan juga berperan dalam mempengaruhi opini publik. Kita tentu masih ingat, bagaimana partai politik-partai politik yang bertarung dalam Pemilu 2004 yang lalu sangat gencar mempengaruhi pemilih dengan menggunakan media massa sebagai sarana sosialisasi. Begitu pula halnya ketika AS dan sekutunya mencitrakan Islam dan negara-negara Islam sebagai teroris, sedikit banyak media ikut berperan di dalamnya.

Tidak mengherankan jika sekarang banyak kalangan berpendapat bahwa bila ingin menguasai dunia, maka kuasailah media. Sebab, dengan menguasai media, mereka dengan “bebas” dapat mempengaruhi opini publik. Dunia sudah tidak lagi sebesar sekarang. Dunia sudah berubah menjadi kecil dan hanya selebar monitor televisi, seluas halaman koran, bahkan sebesar kepingan CD. Ini semua berkat pengaruh media, sehingga dunia tidak ubahnya seperti kampung global.

Media merupakan organisasi, baik pemerintah maupun swasta, yang bertugas memberi informasi kepada publik. Di zaman modern, instrumen media meliputi koran, majalah, televisi, radio, dan lain sebagainya. Fungsi media cukup banyak, terdiri atas melaporkan fakta dan memberikan informasi, mendidik publik, memberi komentar, dan menyampaikan dan membentuk opini publik (Legowo, dkk, 2000: 7-8). Lebih jauh lagi, media juga berfungsi mengkritik, mengatur dan “mengontrol” pemerintah (termasuk polisi dan militer), serta pegawai negeri dan semua pelaku politik, kader partai yang terpilih maupun tidak terpilih, dan wakil LSM. Pendeknya, semua orang yang beraksi dalam lingkup publik. Karena itu, saat ini media merupakan faktor sentral dalam membentuk opini publik (Legowo, dkk, ibid: 8).

Media, Politik dan Opini Publik
Dunia politik hampir tidak dapat dipisahkan dari opini publik sebagai salah satu objek politik dan media sebagai sarananya. Dalam Pemilu kemarin, misalnya, sangat menarik melihat bagaimana media membentuk dan mempengaruhi opini publik, termasuk hubungan yang terjalin antara media dengan pelaku politik, seperti politisi, partai politik dan masyarakat umum. Iklan-iklan politik peserta Pemilu banyak bermunculan menjajakan platform-nya. Pertanyaannya, dalam konteks politik, bagaimana media dapat membentuk dan mempengaruhi opini masyarakat, sehingga secara mayoritas publik menerima semua keputusan-keputusan politik, atau dalam konteks Pemilu, menyebabkan masyarakat dengan mantap menetapkan pilihan kepada parpol tertentu? Namun, sebelum melangkah lebih jauh, apa sebetulnya opini publik itu?

Opini publik merupakan pandangan orang banyak yang tidak terorganisasi, tersebar di mana-mana, dan karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, mereka secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu-padu menyikapi sesuatu tersebut. Untuk itu, opini publik bisa diciptakan dan direncanakan. Seringkali - kalau tidak selalu - muatan berita sebuah media massa bermisi pembentukan opini publik. Jika sekarang lebih banyak orang memandang Usamah bin Ladin sebagai seorang teroris, hal itu karena tulisan yang membentuk opini publik Usamah sebagai teroris lebih banyak dan dominan ketimbang tulisan yang menyanjungnya sebagai pejuang pembela Islam. Untuk membentuk opini publik, yang perlu dilakukan hanyalah mengintensifkan informasi yang harus sampai ke publik sesuai yang diinginkan. Misalnya, jika ingin membentuk citra yang baik tentang organisasi A, maka ekspos terus-menerus kiprahnya yang baik-baik (Jend. Romel, pesantren.net: 15-05-2002). Dengan demikian, opini publik dapat mengandung kesan positif maupun negatif, tergantung pada kepentingan orang atau lembaga yang mengarahkan media untuk mencitrakan kesan tersebut.

Dalam penyelenggaraan Pemilu yang lalu, kiprah media dalam menyusun – lebih tepatnya membentuk opini masyarakat – tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Masyarakat lebih mengenal suatu partai politik, proses dan mekanisme Pemilu, dan tetek bengek lainnya, lebih banyak mengetahuinya melalui media. Pemilu 2004 dianggap sukses apabila publik memilih partai dan kandidat yang bisa menyelenggarakan negara sesuai dengan cita-cita bangsa. Karenanya, publik membutuhkan informasi yang berkualitas tentang semua peserta Pemilu, sehingga menjadi pemilih yang well informed. Di sinilah kemudian media memainkan peranan sangat krusial (hal ini diungkapkan oleh Victor Penayang, dalam diskusi berjudul “Partai Politik, Pemilu dan Media Massa”, 8 Februari 2004).

Peranan media tidak berhenti di situ saja, namun akan terus berlanjut hingga Pemilu usai. Pemilu yang nantinya akan menghasilkan elit-elit politik, dan dengan demikian memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakaan pemerintahan negara, maka peran media adalah mengawasi dan memberikan informasi kepada publik atas aktivitas-aktivitas dan keputusan-keputusan politik yang dilakukan oleh para elit politik tersebut. Aktivitas dan keputusan politik akan menjadi sentra perhatian dan secara tidak langsung akan membentuk opini dalam masyarakat.

Dalam mekanisme demokrasi, publik merupakan penguasa. Setiap keputusan-keputusan politik yang dihasilkan dan mengikat semua orang haruslah diketahui terlebih dahulu oleh publik (masyarakat). Publik tentunya akan merespon keputusan tersebut, apakah sesuai dengan aspirasi mereka atau tidak. Respon tersebut kemudian menjadi pedoman bagi para elit untuk memperbaiki keputusan yang mereka keluarkan, begitu seterusnya hingga masyarakat (publik) akan menerima keputusan tersebut. Terhadap semua itu, tentunya medialah yang berperan sebagai sarana perantara dalam menginformasikan semua keputusan yang dihasilkan elit dan untuk mendapatkan respon dari publik, agar terjadi kesempurnaan atas keputusan tersebut.

Dewasa ini, proses pembentukan opini publik sangat dipengaruhi oleh partai politik itu sendiri. Pimpinan partai politik akan menentukan dan memformulasikan isu politik yang ada. Hal ini kemudian akan disampaikan ke publik, dan mempengaruhi opini publik serta membentuk persepsi publik. Saat ini media telah mengambil alih sebagian dari peran tersebut. Program-program acara, seperti talkshow, dan sebagainya di televisi maupun di radio menjadi sarana efektif adalam membentu opini publik. Bersamaan dengan itu, merekapun akan menjadi sarana untuk menyebarkan pengaruh dalam membuat keputusan politik.

Meski demikian, bukan berarti media tidak memiliki kekurangan. Dr. Rainer Adam, dalam tulisannya yang berjudul “Media dan Politik”, mengindikasikan beberapa kekurangan media dalam meliput kegiatan politik dan pasar politik. Bahwa media seringkali mempunyai kecenderungan untuk menyederhanakan, personalisasi dan emosional. Karenanya tak heran apabila media sering dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkepentingan dan mengembangkan hubungan simbiotik dengan jurnalis dalam memproduksi kegiatan dan acara media (dalam T.A. Legowo, 2000: 13).

Namun, terlepas dari semua itu, media tetap memiliki arti penting bagi publik. Tanpa media, publik tentu akan mengalami kebutaan informasi, dan jika terjadi demikian, maka publik akan menjadi objek politik yang bisa diperlakukan sewenang-wenangnya. Netralitas media sangat penting dalam meminimalisir dimanfaatkannnya media untuk kepentingan tertentu, meski netralitas mediapun hingga saat ini, masih dalam perdebatan yang panjang.