14 Juni 2011

MAHASISWA, PEMILU DAN CALEG

Pemberitaan di salah satu Surat Kabar Harian Nasional menyebutkan bahwa ada beberapa aktivis dan mantan aktivis mahasiswa 1998 yang mencalonkan atau dicalonkan sebagai Calon Legislatof (caleg). Beberapa nama aktivis tersebut disebutkan beserta partai politik yang mencalonkannya. Diberitakan pula bahwa sebagian besar mereka adalag caleg jadi. Artinya kemungkinan besar jika parpol yang mencalonkan mereka menang di suatu daerah pemilihan dimana mereka dicalonkan, mereka bisa masuk dalam jajaran elit legislatif.

Tidak ada yang salah dalam pemberitaan tersebut. Setiap warga negara Indonesia berhak berbuat seperti itu. Dan mahasiswa juga warga negara. Oleh karena itu, sebagai mana warga negara lainnya, mahasiswa juga memiliki hak yang sama untuk bisa mencalonkan atau dicalonkan sebagai caleg dari parpol manapun yang mereka kehendaki. Secara pribadi saya menilai bahwa memang diperlukan keterlibatan mahasiswa dalam lembaga legislatif. Hal ini nantinya berkaitan dengan peran mereka sebagai pengontrol kekuasaan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Saya menilai langkah tersebut cukup efektif dengan menempatkan mahasiswa menjadi bagian dalam lembaga legislatif dan terlibat secara langsung dalam setiap proses pembuatan kebijakan negara. Dengan demikian, maka idealisme perjuangan yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat bisa dicapai melalui mekanisme pembuatan kebijakan. Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi politisi mahasiswa untuk semakin memainkan peranannya ke depan sebagai front terdepan yang mengusung kepentingan masyarakat.

Namun dibalik itu semua, saya melihat ada dampak negatif yang cukup besar yang akan dihadapi politisi mahasiswa sebagai konsekuensi logis dari keterlibatan mereka dalam politik praktis. Kekhawatiran saya bahwa dampak negatif terbesar yang kemungkinan akan dirasakan oleh politisi mahasiswa nantinya adalah terjadinya

Degradasi Idealisme.

Seperti yang kita ketahui, dunia politik praktis adalah dunia hitam putih. Dunia yang memandang semua hal adalah politis, sehingga apabila ada ungkapan semua orang adalah musuh yang harus dilawan, tidak sepenuhnya salah. Dunia politik praktis adalah pragmatis yang hampir semuanya bermuara pada bagaimana caranya seseorang memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Kekhawatirannya adalah mahasiswa belum mampu menghadapi kenyataan-kenyataan politik praktis di parlemen dan belum siap memasuki dunia tersebut, dan saya bisa memastikan bahwa politisi mahasiswa secara tidak sadar akan terseret ke dalam logika dan alur seperti itu. Kalau sudah demikian, maka idealisme-idealisme yang terbangun sejak awal, dengan sendirinya akan terdegradasi dari pikiran dan perjuangan. Kalau begitu, apa bedanya mahasiswa dengan politisi biasa?

Selama ini mahasiswa dikenal dengan gerakannya yang revolusioner dan memperjuangkan hak-hak masyarakat. Semua orang tahu, catatan sejarah gerakan mahasiswa selalu ditulis dengan tinta emas karena gerakannya selalu membawa perubahan yang mendasar. Apakah kemudian terjadinya pergeseran dalam perspektif gerakan mahasiswa dari revolusioner ke sedikit kompromistis akan menorehkan sejarah baru dan juga membawa perubahan mendasar pada kepentingan masyarakat? Saya pribadi menilai pesimis hal tersebut akan terjadi. Terlebih proporsi mahasiswa yang akan duduk di parlemen nantinya tidak terlalu signifikan.

Bila memandang dari sudut kompetensi, kemampuan politisi mahasiswa jelas tidak diragukan. Namun posisi dan signifikansi kedudukan juga menjadi penting untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Saya mengkhawatirkan posisi mahasiswa tidak memiliki pengaruh apapun dalam lembaga dan kedudukannya hanyalah sebagai pelengkap dalam struktur kelembagaan, dan tidak secara fungsional kelembagaan. Statement ini bukanlah tanpa dasar. Dalam banyak kasus, suara mahasiswa yang bermain di luar panggung politik praktis jarang sekali didengarkan, boro-boro disalurkan. Apalagi jika mahasiswa bermain di dalam dan menjadi bagian di dalam sistem, boleh jadi suara mahasiswa hanya dijadikan sekedar ungkapan tanpa makna yang berarti. Di dalam dunia politik praktis tidak ada jaminan hal tersebut mustahil terjadi.

Saya kira, untuk menilai atau mengukur seberapa jauh peluang politisi mahasiswa agar keterlibatannya di parlemen dapat dipandang signifikan bagi suatu perubahan dan perjuangan bagi kepentingan rakyat, dapat dilihat dalam dua indikator. Pertama, tingkat kinerja politisi mahasiswa di lembaga legislatif. Kedua, tingkat dukungan yang diberikan kepada politisi mahasiswa dalam setiap proses pembuatan kebijakan.

Faktor kinerja merupakan satu persoalan yang penting yang perlu mendapat perhatian serius oleh politisi mahasiswa, selain faktor dukungan juga sangat penting sebagai satu persoalan yang lain. Kinerja berarti bagaimana politisi mahasiswa mampu menerapkan cara kerja secara profesional, menghargai segala hal, termasuk kepercayaan yang dibebankan kepada mereka, loyal terhadap pemimpin yang benar, bertanggung jawab, menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya, dan yang terpenting adalah berorientasi pada tujuan ideal, yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat. Selain itu, dukungan juga sangat penting sebagai spirit bahwa dalam setiap pembuatan kebijakan yang melibatkan rakyat, mereka tidak berjalan sendiri. Dukungan juga menandakan adanya legitimasi terhadap posisi dan kedudukan politisi mahasiswa di lembaga legislatif.

Saya kira persoalan keterlibatan mahasiswa secara langsung di parlemen berdasarkan kedua indikator ini perlu diperdebatkan. Setidaknya mempertanyakan, pertama, apakah ada jaminan bahwa keterlibatan mahasiswa secara langsung nantinya tidak akan menyeret politisi mahasiswa ke dalam jalur pragmatis, dan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip idealisme perjuangan. Kedua, apakah politisi mahasiswa mampu mengkinerjakan dirinya di tengah-tengah dunia politik praktis yang penuh intrik, manuver, dan tekanan politik. Ketiga, apakah terdapat dukungan politik yang cukup besar atas keterlibatan tersebut, dan apakah dukungan tersebut sudah cukup untuk melegitimasi apapun yang akan dilakukan oleh politisi mahasiswa nantinya dalam konteks pembuatan kebijakan negara. Namun demikian, kita tetap berharap ada sedikit perubahan dari keterlibatan mahasiswa di parlemen nantinya.

Tidak ada komentar: